Sunday, November 18, 2018

Download Laporan Uji Aspal - Politeknik Negeri Lhokseumawe


BAB I
PENDAHULUAN
Jalan raya merupakan suatu jalur yang dapat dilalui oleh lalu lintas dari suatu tempat ketempat yang lain, dengan memberikan rasa yang aman dan nyaman bagi pemakai jalan selama umur rencana dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan karena jalan raya merupakan sarana transportasi darat yang paling penting adalah jalan raya. Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka kebutuhan jalan yang memenuhi syarat guna dan kekuatan semakin meningkat. Jenis perkerasan jalan yang paling banyak digunakan adalah perkerasan lentur.

1.1         Latar Belakang Praktek
Pengujian bahan perkerasan jalan sangatlah penting untuk dapat memastikan kualitas perkerasan jalan yang direncanakan. Oleh karena itu diperlukan pengujian material bahan jalan dan pengujian terhadap campuran perkerasan jalan. Perencanaan campuran jalan (jobmix formula) meliputi pemeriksaan agregat, pengujian aspal, dan diakhiri dengan pengujian campuran perkerasan jalan yang sedang dirancang. Perencanaan campuran jalan dipelajari dan dipraktekkan dalam skala laboratorium yaitu dengan melaksanakan praktikum Pengujian Aspal pada Laboratorium Jalan Raya.

1.2         Tujuan Penulisan
Tujuan utama dalam penulisan laporan praktek pengujian aspal adalah sebagai salah satu syarat yang harus diselesaikan sebagai salah satu tugas setelah selesainya praktek pengujian aspal, serta sebagai salah satu bahan penilaian oleh dosen pembimbing atau instruktur. Dan juga sebagai hasil yang didapat dari praktek pengujian aspal yang berlangsung di Laboratorium Jalan Raya, Teknik Sipil, Politeknik Negeri Lhokseumawe.

1.3       Tujuan Praktek
Tujuan dalam Praktek Pengujian Aspal ini adalah:
       a.       Mahasiswa dapat memeriksa sifat-sifat agregat dan aspal;
       b.       Mahasiswa dapat mengetahui proporsi agregat yang memenuhi spesifikasi;
       c.       Mahasiswa juga dapat memperoleh kadar aspal optimum melalui rancangan campuran aspal dengan Metode Marshall.



BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1         Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah bagian dari jalur lalu lintas, yang bila kita perhatikan secara struktural pada penampang struktur dalam kedudukan yang paling sentral dalam suatu badan jalan (Zafar, 2009).
Perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi juga ekonomis, maka perkerasan jalan dibuat berlapis-lapis. Lapisan paling atas disebut juga sebagai lapisan permukaan, merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Dibawahnya terdapat lapisan pondasi, yang diletakkan diatas lapisan tanah dasar yang telah dipadatkan. Material utama pembentuk lapisan perkerasan jalan adalah agregat, yaitu 90-95% dari berat campuran perkerasan. Daya dukung lapisan perkerasan ditetukan dari sifat butir-butir agregat, dan gradasi agregatnya. Bahan pengikat seperti aspal dan semen dipergunakan sebagai bahan pengikat agregat agar terbentuk perkerasan kedap air (Sukirman, 2003).
Perkerasan dengan mempergunakan aspal sebagai bahan pengikat disebut perkerasan lentur, dan perkerasan dengan menggunakan semen sebagai bahan pengikat disebut perkerasan kaku. Lapisan perkerasan yang menggabungkan perkerasan kaku dan perkerasan lentur dinamakan perkerasan komposit, tetapi pada penyajian kali ini kami hanya membahas masalah perkerasan lentur sesuai dengan hal di laboratorium yang telah kami lakukan (Zafar, 2009).

2.2              Bahan Campuran Aspal
2.2.1        Agregat
A.     Defenisi Agregat
Agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat. ASTM 1974 mendefinisikan agregat sebagai satu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen (Djanasudirdja, 1984)
Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Klasifikasi Agregat :
a)    Klasifikasi berdasarkan sumber bahan (resource)
Berdasarakan didapatkannya bahan, terdiri dari agregat alam, agregat buatan. Agregat alam diperoleh secara alamiah didalam ini, dengan sedikit pengolahan, seperti pasir dan kerikil. Agregat buatan adalah agregat yang memerlukan proses pemecahan batu dengan alat pemecah batu (stone crusher), untuk dijadikan material yang memenuhi syarat sebagai bahan perkerasan jalan.
b)   Klasifikasi berdasarkan dimensi butiran
Berdasarkan ukuran besar butiran dibedakan sebagai agregat kasar, dengan ukuran saringan butiran > ¼ inci (6,35 mm) yaitu bahan yang tertahan saringan no.4 dan agregat halus, bahan yang lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no. 200 (0,075 mm). Yang lolos saringan no. 200 dikategorikan sebagai abu batu. Secara spesifik dimensi butiran, pasir termasuk agregat halus.

B.      Jenis Agregat
Agregat dapat dibedakan berdasarkan kelompok terjadinya, pengolahan, dan ukuran butirannya. Berdasarkan proses terjadinya agregat dapat dibedakan atas agregat beku (igneous rock), agregat sediment (sedimentary rock) dan agregat metamorfosik (metamorphic rock) (Sukirman, 2003).
Berdasarkan pengolahannya agregat dapat dibedakan atas agregat siap pakai, dan agregat yang perlu diolah terlebih dahulu sebelum dipakai.
a)      Agregat siap pakai adalah agregat yang dapat dipergunakan sebagai material perkerasan jalan dengan bentuk dan ukuran sebagaimana diperoleh dilokasi asalnya, atau dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan degradasi. Agregat siap pakai sering disebut sebagai agregat alam. Bentuk partikel agregat alam ditentukan berdasarkan proses yang dialaminya.
b)      Agregat yang perlu diolah terlebih dahulu sebelum dipakai, adalah agregat yang diperoleh dibukit-bukit, digunung-gunung, ataupun disungai-sungai. Agregat digunung dan bukit umumnya ditemui dalam bentuk massif, sehingga perlu dilakukan pemecahan dahulu supaya dapat diangkat ketempat mesin pemecah batu (stone crusher). Sungai-sungai membawa agregat dimusim hujan, umumnya membawa agregat berukuran besar sehingga tidak memenuhipersyaratan ukuran yang ditentukan.Guna dapat dipergunakan sebagai material perkerasan jalan, agregat ini harus diolah dahulu secara manual, dengan mempergunakan tenaga manusia, atau melalui proses mekanis di mesin pemecah batu.

C.     Sifat Agregat sebagai Material Perkerasan Jalan
Sifat agregat merupakan salah satu factor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Oleh karena itu perlu pemeriksaan yang teliti sebelum diputuskan suatu agregat dapat dipergunakan sebagai material perkerasan jalan. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya pelekatan dengan aspal. Gradasi agregat merupakan sifat yang sangat luas pengaruhnya terhadap kualitas perkerasan secara keseluruhan (Sukirman, 2003).
2.2.2        Aspal
  1. Defenisi Aspal
Bitumen adalah zat perekat (cementitious) berwarna hitam atau gelap, yang dapat diperoleh di alam ataupun sebagai hasil produksi. Bitumen terutama mengandung senyawa hidrokarbon seperti aspal, tar, atau pitch (Sukirman, 2003).
Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsure utama bitumen. Aspal dapat diperoleh dialam ataupun merupakan residu dari pengilangan minyak bumi. Tar adalah material berwarna coklat atau hitam, berbentuk cair atau semi padat, dengan unsure utama bitumen sebagai hasil kondensat dalam destilasi destruksi dari batubara, minyak bumi, atau material organic lainnya. Namun selain itu aspal juga dapat di artikan sebagai bahan alam dengan komponen kimia utama hidrokarbon, hasil explorasi dengan warna hitam bersifat plastis hingga cair, tidak larut dalam larutan asm encer dan alkali atau air, tapi larut sebagian besar dalam aether, CS2 bensol, dan chloroform (Sukirman, 2003).
Pitch didefinisikan sebagai material perekat (cementitious) padat, berwarna hitam atau coklat tua, yang berbentuk cair jika dipanaskan. Pitch diperoleh sebagai residu dari destilasi fraksional tar. Tar dan Pitch tidak diperoleh dari alam, tetapi merupakan produksi kimiawi. Dari ketiga material pengikat diatas, aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut juga sebagai aspal.
Aspal adalah material yang pada suhu ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperature tertentu, dan kembali membeku jika temperature turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat campuran, atau 10-15% berdasarkan volume campuran (Sukirman, 2003).
               
  1. Jenis Aspal
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal minyak. Aspal alam yaitu aspal yang didapat disuatu tempat dialam, dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal minyak adalah asapl yang merupakan residu pengilangan minyak bumi.

a)              Aspal Minyak
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas :
1.      Aspal keras/ panas (asphalt cement, AC), adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temperatur ruang).
2.      Aspal emulsi (emulsion asphalt) adalah aspal yang disediakan dalam bentuk emulsi, dapat digunakan dalam keadaan dingin ataupun panas. Aspal emulsi dan cutback aspal umum digunakan pada campuran dingin atau pada penyemprotan dingin.
3.      Aspal dingin/ cair (cut back asphalt) adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan dingin

1.      Aspal keras – panas (Asphaltic –Cement, AC)
Aspal ini berbentuk padat pada temperature ruangan, Di Indonesia aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya,yaitu :
a.       AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-502.
b.      AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-703.
c.       AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-1004.
d.      AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-1505.
e.       AC pen 200-300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300Persyaratan Aspal Keras / Aspal Cement

2.      Aspal Emulsi (emulsion asphalt)
Aspal cement dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas  atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen dengan penetrasi 60-70 dan 80-100.
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dalam bahan pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas :
a.       Kationik, disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik positif.
b.      Anionik, disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang bermuatan negatif.
c.       Nanionik, merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak mengantarkan listrik.
d.      Nanionik, merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak mengantarkan listrik.

3.      Aspal dingin/ cair (cut back asphalt)
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian cut back asphalt berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan cairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dibedakan atas :
a.       RC (Rapid Curing Cut Back):Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bensin atau premium.RC merupakan cut back aspal yang paling cepat menguap.
b.      MC (Medium Curing Cut  Back):Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan pencair yang lebih kental seperti minyak tanah
c.       SC (Slow Curing Cut Back)
d.      Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti solar. Aspal jenis ini merupakan cutback aspal yang paling lama  menguap
Berdasarkan nilai viskositas pada temperatur 60oC, cutback aspal dapat dibedakan atas :
RC 30 – 60              MC 30 – 60              SC 30 – 60
RC 70 – 40              MC 70 – 140             SC 70 – 140
RC 250 – 500           MC 250 – 500           SC 250 – 500
RC 800 – 1600         MC 800 – 1600          SC 800 – 1600
RC 3000 – 6000        MC 3000 – 6000        SC 3000 – 6000

1.3              Marshal Test
Kinerja campuran aspal dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall seperti pada gambar di bawah. Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan oleh Bruce Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh U.S. Corps of Engineering (Sukirman, 2003).
Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01”.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapu dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Di samping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (flow) (Sukirman, 2003).
Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm dipersiapkan di laboratorium, dalam cetakan benda uji dengan mempergunakan hammer (penumbuk) dengan berat 10 pon (4,536 kg) dan tinggi jatuh 18 inch (45,7 cm), dibebani dengan kecepatan tetap 50 mm/detik.
            Jumlah pukulan tergantung pada beban rencana lalu lintas misalnya untul lalu lintas ringan 35x, sedang 50x, dan berat 75x. Setelah dibiarkan 24 jam dalam suhu ruang, rendam benda uji dalam bak atau dipanaskan dalam oven selama  2 jam dengan suhu tetap 60º C, dan letak pada segmen bawah kepala penekan dari alat marshal (Sukirman, 2003).
            Sebelum pembebanan diberikan kepala penekan besrta benda uji dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji. Berikan pembebanan dengan kecepatan tetap 50 mm/menit sampai pembebanan maksimum tercapai, atau pembebanan menurun  seperti ditunjukkan oleh jarum arloji baca, dan catat pembebanan maksimum yang tercapai. (Stabilitas Marshal),dan catat pula nilai kelelahan (flow) yang ditunjukkan jarum arloji kelelaha.Yaitu nilai regangan dalam unit 0,01 inci terjadi diantara kondisi tanpa beban dan beban maksimum. Perlu dicatat bahwa selang waktu dari saat benda uji dangkat dari bak rendaman, sampai didapatkan angka beban maksimum, tidak boleh melebihi 30 detik. Contoh sesudah direndam 24 jam diperiksa pula berat jenis dan void.
            Kadar aspaloptimum ditentukan dengan cara menggabungkan nilai – nilai VIM, VMA, VFA, Stabilitas/Flow tersebut, sehingga didapat suatu selang kadar aspal yang memenuhi syarat-syarat tersebut. Kadar aspal optimum dapat diambil sebagai nilai tengah dari selang tersebut (Sukirman, 2003).


Tempat Download BAB I-V

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan comment di blog ini jika terdapat link rusak, dan juga saran2 nya agar blog ini lebih baik :)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More